Rabu, 17 Juli 2013

Manusia Butuh Ibadah bukan (sekedar) Kewajiban (3) Tingkatkan Kualitas Hidup dengan Shalat

03. Tingkatkan Kualitas Hidup dengan Shalat

Makna shalat

Shalat merupakan ibadah yang paling fundamental dalam Islam. Ia bukan sekadar kewajiban bagi setiap Muslim, tetapi (seharusnya) merupakan kebutuhan manusia secara spiritualitas, mentalitas dan akal.

Shalat berasal dari kata shalla-yushalli-shalat-shilat, yang berarti hubungan. Dalam konteks sufisme, shalat berarti adanya keterjalinan atau hubungan vertikal antara makhluk dan Khalik, antara hamba dan Tuhannya. Shalat merupakan wahana untuk mendekatkan diri pada Tuhan, ber-taqarrub kepada Allah SWT, penguasa jagat raya ini. Oleh karena itu, seorang Mukmin yang benar-benar shalat, jiwanya tenang dan pikirannya lapang.

Kata shalat juga berasal dari katan shalla-yushalli-shalatan yang berarti doa dan rahmat. Yang shalat yang melakukannya adalah manusia maka diartikan dengan shalat atau doa, dan jika yang melakukannya Allah maka berarti rahmat dan berkah.

Pentingnya shalat

Meski semua ibadah kepada Allah adalah baik, tapi shalat adalah ibadah yang terbaik. Demikian dinyatakan oleh Al-Qur’an. Hadis, dan ungkapan para ulama.

Allah SWT berfirman: “(Lukman menasihati putranya Hai Anakku, dirikanlah shalat dan perintahkanlah (kepada manusia) untuk mengerjakan yang makruf dan cegahlah (mereka) dari berbuat mungkar. Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya itu termasuk urusan-urusan yang tegas (diwajibkan oleh Allah) (Luqman:17).

Rasulullah saw pernah bersabda : “Sebaik-baiknya amal adalah shalat pada waktunya.”

Sayidina Ali bin Abi Thalib menyatakan : “Sesungguhnya amal perbuatan yang paling disukai Allah adalah shalat. Bahkan, ia diriwayatkan melafazkan kata : “Shalat …shalat …” pada detik-detik terakhir sebelum kematiannya.

Pernah suatu kali Imam Hasan bin Ali ditanya: ''Mengapa orang yang melaksanakan shalat itu wajahnya berseri dan jiwanya tenteram?'' Imam Hasan bin Ali menjelaskan, ''Karena mereka berdialog (munajat) pada Tuhannya.''

Adapun ulama lain juga menyatakan : “Sesungguhnya sebaik-baik amal di sisi Allah pada hari kiamat adalah shalat.

Namun, kita bertanya-tanya, kalau sedemikian penting nilai shalat dalam keseluruhan ajaran Islam, mengapa kita seolah tak banyak melihat manfaat shalat bagi orang-orang yang melakukannya? Mengapa negara-negara Muslim, yang di dalamnya banyak orang melakukan shalat, justru tertinggal dalam hal-hal yang baik dari negara-negara non-Muslim, dan menjadi “juara” dalam hal-hal yang buruk, seperti korupsi, misalnya? Mengapa tak jarang kita lihat orang yang tampak rajin menjalankan shalat, bahkan shalat jama’ah di masjid-masjid, tak memiliki akhlak yang dapat dicontoh? Apakah Allah Swt., telah melakukan kekeliruan ketika menyatakan bahwa “Innash-shalata tanhaa ‘anil fakhsyaa’I wal-munkar (Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”? Apakah salah Rasul-Nya ketika menyatakan bahwa “jika shalat seseorang baik maka baiklah semua amalnya?”

Shalat juga merupakan identitas bagi seorang Muslim. Nabi SAW bersabda, ''Perbedaan antara kami dan mereka adalah shalat. Siapa yang meninggalkannya, maka ia sudah kufur nikmat.'' (Baihaqi).

Dalam hadits lain dikatakan: ''Shalat itu tiang agama. Siapa yang mendirikan shalat berarti mendirikan agama dan siapa yang meninggalkannya berarti ikut meruntuhkan agama.'' (Tirmidzi).

Begitu pentingnya kewajiban shalat bagi seorang Muslim, sehingga tidak ada alasan apa pun yang dibenarkan untuk meninggalkan shalat, hingga ia sendiri malah dishalatkan. Pengecualian khusus hanya berlaku untuk wanita Muslimah yang sedang menstruasi. Dalam menunaikan shalat, setiap Muslim dianjurkan untuk berjamaah. Ini mengandung makna tentang pentingnya persatuan dan persaudaraan di kalangan umat Islam. Persaudaraan yang didasarkan oleh ikatan religius, ukhuwah Islamiyah, untuk menebarkan kebenaran dan kemaslahatan bagi umat manusia. Rasa persamaan juga dipupuk dalam shalat berjamaah.

Shalat dapat meningkatkan kualitas hidup

Shalat merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, karena dalam ibadah shalat banyak pendidikan dan pengajaran yang dapat diambil dalam rangka memajukan kehidupan sehari-hari; baik kehidupan secara individu maupun berjamaah.

Adapun inti pendidikan dan pengajaran ibadah shalat adalah sebagai berikut:

1.      Shalat merupakan sarana peningkatan kualitas hidup secara individu

Kaitannya dengan kehidupan secara individu, dalam ibadah shalat diajarkan bagaimana seseorang dapat hidup dengan damai, sehat, bersih dan disiplin dan lain-lainnya.

a.      Shalat memberikan kedamaian

Karena dalam shalat seseorang sedang berkomunikasi dengan Allah, berhubungan dengan sang Khalik. Tentunya komunikasi dan hubungan ini tidak hanya pada saat shalat saja namun harus pada setiap saat dan tempat sehingga memberikan ketenangan dan kedamaian dalam hidupnya. Sebagaimana dalam iringan shalat senantiasa membaca dzikir seperti takbir, tasbih, tahmid, dan tahlil, yang dapat menentramkan hati dan jiwa manusia. Allah berfirman: “Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah hati-hati menjadi tentram”.

b.      Shalat memberikan kesehatan jasmani, rohani dan akli

Ibadah shalat bukan sekedar ibadah dengan menggerakkan anggota tubuh dari berdiri, ruku, sujud dan duduk saja, namun ia merupakan ritme gerakan yang mampu memberikan kesehatan pada tubuh manusia, bahkan bukan hanya itu namun juga memberikan kesehatan pada rohani dan akli juga.
Bahwa angkaian gerakan shalat yang dicontohkan oleh Rasulullah saw sarat akan hikmah dan manfaat bagi kesehatan. Sebab, setiap gerakan shalat merupakan bagian dari olahraga otot-otot dan persendian tubuh. Shalat dapat membantu menjaga vitalitas dan kebugaran tubuh tetapi dengan syarat semua gerakan shalat dilakukan dengan benar, tuma’ninah (perlahan dan tidak terburu-buru), dan istiqomah (konsisten/terus menerus).

Begitu banyak manfaat gerakan shalat bagi kesehatan tubuh manusia. Semakin sering kita shalat dengan benar, semakin banyak manfaat yang kita peroleh untuk kesehatan diri kita.
Kaitannya dengan kesehatan otak, seorang dokter di Amerika telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang ditemuinya di dalam penyelidikkannya. Ia kagum dengan penemuannya tersebut hingga seperti tak bisa diterima oleh akal pikiran.

Dia adalah seorang dokter neurologi.  Setelah memeluk Islam dia yakin dengan pengobatan secara Islami. Karena itu dia membuka sebuah klinik yang diberi nama “Pengobatan Melalui al-Qur’an”.
Klinik ini menggunakan obat-obatan seperti yang diisyaratkan al-Qur’an. Antara lain berpuasa, madu, biji hitam (jinten) dan sebagainya.

Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam, dokter itu mengemukakan bahwa sewaktu kajian syaraf yang ia lakukan, terdapat beberapa urat syaraf di dalam otak manusia yang tidak dimasuki oleh darah. Pada setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara normal.

Setelah membuat kajian yang memakan waktu, akhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat syaraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang, yaitu ketika sujud . Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut menurut kadar waktu sembahyang yang diwajibkan oleh Islam. 

Adapun kaitannya dengan kesehatan rohani, karena ibadah shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, menghapus dosa-dosa, membersihkan hati dari sifat kikir, dengki, dan sifat-sifat tercela lainnya. Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar (Al-Ankabut: 45), Seorang Muslim yang benar-benar shalat, jiwanya tenang dan hati pun tenteram. Karena, orang yang shalat selalu merasa dalam pengawasan Allah

c.       Shalat memberikan pendidikan untuk hidup bersih
Bahwa shalat yang diwajibkan Allah kepada manusia, selayaknya mampu mempola hidupnya untuk senantiasa hidup bersih; bersih rohani, bersih jasmani, bersih akli, bersih lingkungan, bersih pakaian. Karena tidaklah diterima shalat seseorang yang mau membersihkan diri dari kotoran-kotoran yang melekat pada dirinya. Seperti syirik, najis, kotoran yang menempel di tubuhnya, tempat shalat dan pakaiannya.

d.      Shalat memberikan pendidikan untuk hidup disiplin
Allah shalat berfirman: “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban atas orang-orang beriman yang telah ditentukan waktunya”. (An-Nisa:103)

Hidup disiplin merupakan cerminan hidup berperadaban, seorang muslim seharusnya adalah sosok yang berperadaban; memiliki disiplin dalam hidup dan teratur dalam segala hal. Itulah yang diajarkan oleh Allah dalam ibadah shalat.

2.      Shalat merupakan sarana peningkatan kualitas hidup berjamaah

Allah dan nabi-Nya memerintahkan umat Islam untuk senantiasa mendirikan shalat secara berjamaah, karena didalamnya mengandung asas equality before law, persamaan di hadapan hukum. Siapa yang datang ke masjid lebih awal berhak menempati shaf pertama, tanpa memandang jabatan dan posisi seseorang. Dengan demikian, nilai-nilai demokrasi sebenarnya sudah ditanamkan pula di masjid melalui ibadah shalat yang dilakukan secara berjamaah.

Pahala orang yang shalat berjamaah lebih banyak daripada shalat sendirian, sebagaimana yang termaktub dalam hadits nabi:

“Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat”. Dalam hadits lainnya juga disebutkan:

 “Barang siapa sholat isa bejama’ah (di mesjid) maka seolah-olah ia sholat seperuh malam dan barang siapa sholat subuh berjamah (dimesjid) maka seolah olah itu sholat sepanjang malam (Muslim).

Sebagaimana shalat memberikan pendidikan hidup berjamaah bukan sendirian, yang dengan dapat menyelesaikan berbagai masalah secara mudah dan ringan

Bahwa hidup berjamaah merupakan wasiat Rasulullah saw kepada umat Islam; “Tangan Allah bersama jamaah, maka barangsiapa yang menghancurkannya maka hancurlah  ia di dalam neraka”.

“Kalian hendaknya senantiasa bersama jamaah, karena serigala akan menerkam kambing yang tersesat lagi sendirian”.

“Barangsiapa yang ingin mencium wanginya surga maka hendaknya komitmen dengan jamaah”.

Bahwa jamaah ini akan membentuk seseorang untuk memiliki jalan yang dapat membantunya menuju perbaikan, berdiri dalam rangka bergotong royong dan saling tolong menolong pada kebaikan dan taqwa sehingga merubah ucapan pada perbuatan, teori pada praktek, dan hal tersebut tidak akan terwujud kecuali dengan jamaah yang saling mengikat dan saling menguatkan; menguatkan orang yang lemah, membantu yang membutuhkannya dan mewujudkan misi-misinya

Dan suatu gerakan dalam sejarah atau pertumubuhan suatu peradaban dan kemajuannya tidaklah akan terjadi karena kerja personal atau orang-orang ikhlas yang memiliki karakter yang baik dan terpuji, betapapun tingkat kebaikan dan ketaqwaannya serta pemahamannya terhadap berbagai urusan. Dan kenyataannya menegaskan demikian. Bahwa pokok utamanya adalah karena ada gerakan jamaah dan arus yang kuat yang memberikan pengaruh pada yang lainnya dengan saling mengenal, bekerja dengan gigih dan interaksi yang baik terhadap sesama manusia serta sabar terhadap berbagai cobaan yang dihadapi, tidak mudah terpengaruh dengan yang lainnya, senatiasa mengatakan yang benar, bangga dengan kemuliaan iman serta senantiasa menggantungkan kekuatannya hanya kepada Allah semata.

Hal ini bukan berarti meremehkan kerja individu dan bukan berarti melecehkan sifat-sifat mulia yang dimiliki oleh setiap individu, sosok ulama dan orang-orang yang ikhlas dan komitmen dalam urusan pribadinya dan berusaha mengajak orang lain untuk komitmen, namun tidak peduli terhadap pembentukan dan pelaksanaan dari apa yang disampaikan, padahal hal tersebut merupakan fase yang sangat penting.

Sesungguhnya kekuatan penentang risalah Islam dan umatnya tidak bekerja dengan sendirian, dan tidak juga secara serampangan, namun mekera bekerja secara terorganisasir, sangat rapi dan terstruktur, memiliki konsep dan system yang bagus, memiliki pimpinan lokal, regional dan global. Oleh karena itu, kita harus berjuang melawan musuh sebagaimana mereka memusuhi kita dengannya, dan karena  itu pula berjamaah adalah kewajiban syariat, sebab kebatilan yang terorganisir tidak akan mampu dikalahkan kecuali dengan kebenaran yang terorganisir pula.

Dan Al-Quran al-karim senantiasa memperingatkan kita hal tersebut seperti firman Allah:
“ Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. jika kamu (hai Para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar”. (Al-Anfal:73)


Selasa, 16 Juli 2013

At-Taassi Bi Akhlaqir Rasul (3) Saya Adalah Nabi Pembawa Rahmat

03. Saya Adalah Nabi Pembawa Rahmat

Allah SWT berfirman:

ÙˆَÙ…َا Ø£َرْسَÙ„ْÙ†َاكَ Ø¥ِلا رَØ­ْÙ…َØ©ً Ù„ِÙ„ْعَالَÙ…ِينَ
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Al-Anbiya:107)

Dari sekian banyak nabi dan rasul Allah yang telah dinobatkan oleh Allah sebagai pembawa Rahmatan Lil ‘aalamiin untuk menjadi rahmat seluruh alam semesta adalah Nabi Muhammad saw. Sebagaimana yang telah termaktub pada ayat diatas. Dan ini juga yang telah disampaikan oleh Nabi saw dalam sabdanya:
«Ø£َÙ†َا Ù†َبِÙŠُّ الرّØ­ْÙ…َØ©»
“Saya adalah Nabi pembawa Rahmat” (Muslim dan Ahmad) Dan dalam hadits lain juga disebutkan:
«Ø¥ِÙ†َّÙ…َا بُعِثتُ رَØ­ْÙ…َØ©ً»
“Sesungguhnya saya diutus membawa Rahmat” (Muslim)
«ÙŠَا Ø£َÙŠُّÙ‡َا النَّاسُ Ø¥ِÙ†َّÙ…َا Ø£َÙ†َا رَØ­ْÙ…َØ©ٌ Ù…ُÙ‡ْداة»
“Wahai manusia, Sesungguhnya Allah telah mengutus saya ini untuk menjadi rahmat bagi semesta alam dan menjadi hidayah untuk orang-orang yang bertaqwa”. (Ahmad dan Thabrani).
Menurut arti bahasa, bahwa rahmat itu berasal dan kata rahima yang berarti kasih sayang. Adapun yang dimaksud dengan istilah syar’iyyah ialah: kasih sayang (karunia) Allah yang dilimpahkan-Nya kepada semua makhluk-Nya.
Muhammad Syaltut (Prof) seorang mantan Rektor Universitas Al Azhar, memberikan rumusan pengertian tentang rahmatan ini sebagai berikut: “Tiap sesuatu nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah swt. kepada hamba-Nya, baik yang bersifat umum ataupun yang bersifat khusus, semua itu adalah buah dari rahmat Allah swt. Apakah itu berupa kesehatan, harta benda, istri yang cantik, anak-anak yang sholeh/sholihah, ilmu yang bermanfaat dan sebagainya”.
Nabi Muhammad saw. pembawa rahmat untuk semesta alam, bukan untuk orang Arab saja dan tidak pula untuk kaum muslimin saja, akan tetapi untuk segenap makhluk di persada bumi ini.
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah Muhammad SAW telah mencerminkan sikap kasih sayang (rahmat)nya terhadap anak-anak, rakyat bawahan; terhadap orang-orang tua, dengan mencintai dan menyantuni mereka. Terhadap orang-orang yang lemah ekonominya atau lemah keadaan sosialnya, beliau menunjukkan kasih sayangnya dengan membela nasib mereka dari tindakan kesewenang-wenangan serta penghisapan dengan memberikan hak-hak mereka, menegakkan dasar-dasar keadilan dan lain sebagainya.
Dalam sebuah haditsnya Rasulullah telah menyatakan sendiri: “Tidaklah termasuk golongan umat kamu orang-orang yang tidak menghormati orang-orang tua dan orang-orang yang tidak kasih sayang kepada anak-anak”. (Abu Dawud dan Bukhari)
Dalam hadits lain, beliau telah menyatakan bahwa seseorang yang senantiasa menunjukkan kasih sayang terhadap sesama makhluk, niscayalah sang Pencipta langit dan bumi akan menaruh kasih sayang-Nya terhadap orang tersebut. Sabda beliau: “Orang-orang yang pengasih pasti dikasihi oleh Pengasth (Allah). Kasihilah orang-orang yang ada di atas bumi ini, niscaya kamu akan dikasihi oleh orang-orang yang ada di langit”. (Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Hakim).
Sikap kasih sayang ini tidak hanya beliau terapkan kepada kawan-kawan (kaum muslimin saja), akan tetapi terhadap lawanpun beliau senantiasa menunjukkan sikap kasih sayangnya, tentu saja dalam bätas-batas tertentu, yang tidak membahayakan bagi umat Islam itu sendiri. Ketika kaum muslimin pada suatu saat telah mendapat rintangan dahsyat yang didalangi oleh kaum musyrikin, maka pada saat yang genting itu para sahabat memohon kepada Rasulullah agar beliau memohonkan doa kehadirat Allah agar orang-orang yang maksiat dan membangkang itu dihancurkan/dibinasakan dari persada bumi ini. Namun beliau memberikan suatu jawaban: “Sesunggulmya aku (Muhammad) di utus bukanlah untuk mengutuk. Tapi tugas saya adalah untuk menjadi rahmat”. (HR. Muslim)
Dan sabdanya lagi, dengan tegas beliau menyatakan: “Sesungguhnya Allah telah mengutus saya ini untuk menjadi rahmat bagi semesta alam dan menjadi hidayah untuk orang-orang yang bertaqwa”. (Ahmad dan Thabrani).
Rasulullah saw dalam menata dan membina masyarakat (umatnya) beliau selalu menomer satukan sikap kasih sayang ini. Dapat diumpamakan bahwa sifat kasih sayang (rahmat) itu laksana semen yang merekat, menyatu dengan pasir sehingga terciptalah suatu bangunan yang kokoh. Dengan kasih sayang itulah dapatlah dibangun satu masyarakat marhamah, yaitu kehidupan masyarakat yang diwarai dengan semangat kasih mengasihi, cinta mencintai, tolong menolong dan lain sebagainya; jauh lebih harmonis dari masyarakat yang sosialistis.
Gambaran masyarakat (umat) yang marhamah itu telah dilukiskan oleh Prof. Mahmud Syaltut ialah sebagai berikut:
“Orang-orang yang besar menyayangi orang-orang yang kecil; orang-orang yang kecil menghormati (menghargai) orang-orang yang besar; orang-orang yang kaya melapangkan (membantu) kepada orang-orang yang miskin; orang-orang yang pintar memberikan petunjuk kepada orang-orang yang bodoh. Orang-orang yang sedang diadili memandang si Hakim sebagai rahmat, laksana pandangan seorang yang sedang sakit terhadap dokter dan lain-lain sebagainya. Semua itu hidup dalam suasana kasih mengasihi dan saling memberikan bahagia dan kebaikan dalam kehidupan”.
Para Rasul sebelum Nabi Muhammad hanyalah diutus oleh Allah untuk satu kaum atau daerah (negeri) yang tertentu saja lagi pula khusus untuk memenuhi kepentingan kaum dan penduduk yang bersangkutan saja. Akan tetapi tugas dan misi yang dibawa oleh Rasulullah saw. sebagai nabi akhir zaman yang tidak ada nabi sesudah beliau, ialah menciptakan suatu kesatuan umat/bangsa-bangsa dengan tujuan menggalang persatuan umat sejagat, yang sekaligus merupakan Rahmatan Lil ‘Aalamiin (rahmat bagi semesta alam).
Bahwa risalah yang diemban oleh Nabi Muhammad saw. meliputi segala bidang, bahan ajarannya itu berlaku untuk seluruh bangsa-bangsa di dunia ini dan fungsinya yang menjangkau segala sektor masyarakat. Dengan demikian jelaslah bahwa tugas (missi) nabi Muhammad saw. itu menjadi Rahmatan Lil ’Aalamiin (pembawa rahmat untuk semesta alam).
Ada seorang komentator Islam yang menyimpulkan secara menyeluruh mengenai risalah Nabi Muhammad saw. sebagai berikut:
“Rasulullah (Muhammad saw.) adalah satu-satunya tokoh yang mempengaruhi kehidupan manusia secara menyeluruh, totalitas. Dia membawa kebajikan dan kebaikan serta memberantas kejahatan dan penderitaan. Dia membersihkan ekses-ekses dan akibat-akibat buruk dan sistem kehidupan sehari-hari dalam bidang ekonomi, sosial dan politik dan menegakkan keadilan dan niat baik dalam tiap-tiap jalan kehidupan. Dilakukannya perubahan-perubahan besar memperbaiki masyarakat melialui ajaran-ajaran Ilahi dan contoh-contoh kepribadian yang ditunjukkannya, tidak dengan jalan kekerasan. Dia menguasai hati nurani umat, bukan menguasai tanah dan negeri, karena dia merasa harus berbuat baik terhadap orang banyak dan bekerja siang dan malam untuk kesejahteraan dan kebahagiaan umat, tanpa mengharapkan sesuatu imbalan (pembalasan). Rasul-rasul Allah yang lain seperti Nabi Ibrahim, Musa dan Isa yang telah merubah perjalanan sejarah dan mempengaruhi kehidupan bermilyun-milyun manusia dengan ajaran Ilahi dan contoh-contoh kepribadian mereka, tidak begitu banyak (seperti Muhammad) meninggalkan pegangan dan inspirasi yang dapat dimanfaatkan oleh generasi sekarang dan generasi yang akan datang”. (Dikutip dari buku Keagungan Sinar-Sinar (Nur) Muhammad SAW~Rahmatan Lil ’Alaamiin, oleh Ustadz M.A. Asyharie, diterbitkan oleh Terbit Terang, Surabaya).

Kisah-kisah Nabi Muhammad SAW Rahmatan lil 'Alamin
Di antara wujud rahmat Rasulullah SAW kepada benda mati adalah beliau SAW melarang mencaci angin. Dari Ubay bin Ka'ab RA, dia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kalian mencaci angin. Jika kalian menghadapi angin yang tidak kalian sukai, ucapkanlah, 'Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, kebaikan yang terdapat di dalamnya, dan kebaikan pada apa yang diperintahkan padanya. Dan kami berlindung kepada-Mu dari keburukan angin ini, keburukan yang terdapat di dalamnya, dan keburukan pada apa yang diperintahkan padanya'."
Beliau SAW juga melarang mencaci sakit demam. Dari Jabir bin Abdillah RA, Rasulullah SAW menemui Ummu Saib atau Ummu Musayyab, lantas bertanya, "Hai Ummu Saib," atau, "Hai Ummu Musayyab, kenapa kamu gemetar?" Dia menjawab, "Demam, tidak ada keberkahan Allah padanya." Beliau bersabda, "Jangan mencaci demam, sesungguhnya ia menghapus kesalahan-kesalahan manusia sebagaimana tempaan api menghilangkan kotoran pada besi."
Karenanya, tidaklah mengherankan bila batu pun memberi salam kepada beliau, karena mereka mengenal beliau adalah seorang nabi. Pangkal pohon merindukan beliau saat beliau meninggalkannya. Gunung Uhud terguncang di bawah kedua telapak kaki beliau yang mulia hingga beliau menyuruhnya agar tenang, dan Gunung Uhud pun tenang.
Dari Jabir bin Abdillah RA, dia mengatakan, "Kala itu masjid ditopang dengan pangkal-pangkal pohon kurma. Saat menyampaikan khutbah, Rasulullah SAW berdiri di salah satu pangkal pohon tersebut. Begitu beliau telah dibuatkan mimbar dan saat itu beliau berada di atasnya, kami mendengar pada pangkal pohon itu suara seperti suara ringkikan hingga Rasulullah SAW menghampirinya lantas meletakkan tangan beliau padanya dan pangkal pohon itu pun tenang."
Adapun di antara wujud lain dari rahmat Rasulullah SAW terhadap hewan, beliau SAW melarang menjadikan hewan sebagai sasaran dalam pemanahan, serta melarang membunuh hewan secara perlahan, yaitu dengan menahannya hingga mati.
Dari Said bin Jubair, dia mengatakan, Ibnu Umar RA melewati sejumlah pemuda Quraisy yang memasang burung-burung sebagai sasaran dan mereka memanahnya. Mereka menetapkan setiap burung yang tidak terkena panah mereka sebagai hak pemiliknya.
Begitu melihat lbnu Umar, mereka membubarkan – Ibnu Umar bertanya, "Siapa yang melakukan ini? Allah mengutuk orang yang melakukan ini. Sesungguhnya Rasulullah SAW mengutuk orang yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran."
Beliau SAW memerintahkan berlaku lemah lembut dan ihsan dalam membunuh atau menyembelih hewan.
Dari Syaddad bin Aus RA, dia mengatakan, "Dua hal yang kuhafal dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, 'Sesungguhnya Allah menetapkan ihsan pada segala sesuatu. Oleh karena itu, jika kamu membunuh (hewan), lakukan lah pembunuhan dengan ihsan. Jika kamu menyembelih (hewan), sembelihlah dengan ihsan, dan hendaknya salah seorang di antara kamu menajamkan belatinya, serta memberi kenyamanan kepada sembelihannya'."
Beliau SAW melarang mencaci ayam. Dalam hadits dari Zaid bin Khalid RA, dia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kalian mencaci ayam jantan, sesungguhnya ia membangunkan untuk shalat."
Beliau SAW melarang mengambil anak-anak burung dari induknya dan melarang membakar (membunuh) hewan dengan api. 
Dari Abdurrahman bin Abdullah, dari ayahnya RA, dia mengatakan, "Kami bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan. Lalu beliau bergegas untuk memenuhi keperluan beliau. Kemudian kami melihat seekor burung bersama dua anaknya. Kami pun mengambil kedua anaknya. Burung itu datang dengan mengepak-ngepakkan kedua sayapnya. Begitu Rasulullah SAW datang, beliau bersabda, 'Siapa yang membuat burung ini menderita lantaran terpisah dengan anaknya? Kembalikan anaknya kepadanya'."
Kasih sayang terhadap hewan merupakan sebab bagi rahmat dan ampunan Allah. Kasih sayang Islam terhadap hewan mencapai tingkatan yang tidak terbayangkan oleh manusia, yaitu saat Rasulullah SAW memberitahukan bahwa Allah SWT mengampuni orang yang menyayangi anjing yang kehausan lantas dia memberinya minum.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Ketika seseorang berjalan, dia merasa sangat kehausan. Dia pun turun ke sumur lantas minum darinya.
Kemudian dia keluar dan ternyata ada seekor anjing yang menjulur-julur kan lidahnya. Anjing itu makan tanah karena kehausan. Orang itu berkata dalam hati, 'Anjing ini benar-benar mengalami kehausan seperti yang aku rasakan.'
Maka dia pun segera memenuhi sepatu kulitnya dengan air kemudian memegangnya dengan mulutnya. Lalu dia naik ke atas dan memberi minum anjing itu. Allah pun membalas kebaikannya dan mengampuninya." Para sahabat pun bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kami juga mendapat pahala terkait perbuatan baik kepada binatang?" Beliau bersabda, "Pada setiap hati yang basah (makhluk hidup) terdapat pahala." Pada hadits riwayat lainnya disebutkan, bahkan seandainya pun orang itu seorang yang kurang taat.
Rahmat kenabian mencapai tingkat yang sangat luhur saat Allah menetapkan pahala bagi manusia jika binatang-binatang dan burung-burung memakan sesuatu dari yang ia tanam meski itu tanpa didasari motivasi yang disengaja.
Dari Anas bin Malik RA, dia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang muslim menanam tumbuh an atau menanam tanaman lantas ada yang dimakan oleh burung-burung atau manusia atau binatang melainkan itu baginya merupakan sedekah." 





Manusia butuh ibadah bukan (sekedar) kewajiban (2) Bahagiakan Hidup Dengan Iman

02. Bahagiakan Hidup Dengan Iman

Makna Iman

Iman secara bahasa adalah kebalikan dari Kufur; yaitu pengakuan yang terpatri dalam hati sementara kufur adalah ketiadaan pengakuan.

Adapun iman secara syara’ adalah Membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan .

Dari definisi dapat difahami bahwa iman adalah  tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan dalam berbagai perbuatan. Karena itu Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan yang sama dalam satu keyakinan, maka orang-orang beriman adalah mereka yang didalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama. Sebagaimana orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip. atau juga orang yang pandangan hidup yang jelas dan sikap hidup yang teguh tanpa terombang-ambing oleh silaunya kehidupan dunia.

Pembagian Iman; Iman ada dua macam

1. Iman yang Hak

yaitu iman yang ditujukan kepada Allah, Rasul, kitab-kitab, malaikat, yaumil Akhir dan taqdir, senantiasa mengarahkan hidupnya karena Allah dan sesuai dengan kayakinannya.

2. Iman yang Batil

yaitu iman yang ditujukan kepada selain Allah, tidak sesuai dengan syariat Allah, beriman kepada dukun, sihir, ahli nujum (peramal) dan lain sebagainya, sebagaimana mereka juga yang senantiasa berpegang teguh pada keyakinan yang salah dan tidak mau menerima kebenaran yang diterima.

Iman adalah cara Allah memelihara jati diri manusia dan memberikan kebahagiaan hakiki.

Jika difahami dengan seksama ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits nabi saw, maka akan ditemukan pentingnya iman pada diri setiap insan dalam menjalani hidupnya di muka bumi ini. Dengan iman maka hidup seseorang akan memiliki nilai, makna dan jati diri yang mulia disisi Allah, bahkan dengan itulah manusia mendapatkan kebahagiaannya yang hakiki.

Seseorang boleh berbangga dan merasa bahagia pada saat memiliki kekayaan, harta berlimpah, rumah mewah, tanah yang luas, jabatan yang tinggi atau umur yang panjang namun harus disadari itu semua merupakan kebahagiaan nisbi yang terbatas pada kehidupan duniawi belaka, apalagi jika tidak dilandasi dengan iman maka segala kenikmatan tersebut akan berbuah malapetaka. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan”. (Ali Imran:178

Allah juga berfirman: “Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan (kesenangan berupa kelancaran dan kemajuan dalam perdagangan dan perusahaan mereka) orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya. Akan tetapi orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah. dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. (Ali Imran:196-198)

Tanpa iman hidup manusia akan hampa, tidak memiliki nilai dan jati diri disisi Allah dan bahkan tidak berbeda dengan makhluk lain seperti binatang, bahkan lebih rendah dari binatang.

Marilah kita lihat beberapa ayat Allah tentang hakikat iman yang dapat memberikan setiap insan menggapai kemuliaan dan jati diri yang terbaik disisi Allah.

1. Manusia selalu dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman yang tidak akan mengalaminya. 

Allah berfirman: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Al-Asr:1-3)

2. Manusia adalah makhluk sempurna, namun kesempurnaannya akan dapat jatuh dan hina jika tidak dipertahankan dengan keimanan. 

Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”. (At-Tiin:4-6) 

3. Manusia yang beriman senantiasa mendapat kehidupan yang baik dan sejahtera serta ganjaran berlimpah disisi Allah. 

Allah berfirman:“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (An-Nahl:97)

4. Manusia yang beriman, umurnya senantiasa dilimpahi keberkahan dan mendapat rahmat sepanjang hidupnya. 

Nabi saw bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik perbuatannya”. (TIrmidzi)

Sementara itu, manusia tanpa iman akan mengalami kerugian besar, baik di dunia maupun diakhirat, bahkan Allah SWT mentamtsilkan orang-orang kafir dengan berbagai tamtsil yang sangat buruk.

1. Manusia tanpa iman, ibarat binatang hina bahkan lebih hina dari itu. 

Allah berfirman: “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?, Atau Apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)”. (Al-Furqan:43-44) 

2. Manusia tanpa iman, segala perbuatannya bak fatamorgana yang akan hampa dan tanpa nilai yang berharga disisi Allah. 

Allah berfirman: “Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya) dengan Kami: “Mengapakah tidak diturunkan kepada kita Malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?” Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas(dalam melakukan) kezaliman”. Pada hari mereka melihat malaikat dihari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa mereka berkata: “Hijraan mahjuuraa. Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”. (Al-Furqan:21-23) 

Dan Allah juga berfirman: “Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya”. (An-Nuur:39) 

3. Manusia tanpa iman, kehidupannya bak laba-laba yang membuat sarang (jaring) sebagai tempat tinggal yang mudah dihancurkan. 

Allah berfirman: "Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui”. (Al-Ankabut:41)

4. Manusia tanpa iman, kehidupannya bak anjing yang senatiasa menjulurkan lidahnya. 

Allah berfirman:  “Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir”. (Al-A’raf:176)