03. Tingkatkan Kualitas
Hidup dengan Shalat
Makna shalat
Shalat
merupakan ibadah yang paling fundamental dalam Islam. Ia bukan sekadar
kewajiban bagi setiap Muslim, tetapi (seharusnya) merupakan kebutuhan manusia
secara spiritualitas, mentalitas dan akal.
Shalat
berasal dari kata shalla-yushalli-shalat-shilat, yang berarti hubungan. Dalam
konteks sufisme, shalat berarti adanya keterjalinan atau hubungan vertikal
antara makhluk dan Khalik, antara hamba dan Tuhannya. Shalat merupakan wahana
untuk mendekatkan diri pada Tuhan, ber-taqarrub kepada Allah SWT, penguasa
jagat raya ini. Oleh karena itu, seorang Mukmin yang benar-benar shalat,
jiwanya tenang dan pikirannya lapang.
Kata
shalat juga berasal dari katan shalla-yushalli-shalatan yang berarti doa dan rahmat.
Yang shalat yang melakukannya adalah manusia maka diartikan dengan shalat atau
doa, dan jika yang melakukannya Allah maka berarti rahmat dan berkah.
Pentingnya
shalat
Meski
semua ibadah kepada Allah adalah baik, tapi shalat adalah ibadah yang terbaik.
Demikian dinyatakan oleh Al-Qur’an. Hadis, dan ungkapan para ulama.
Allah
SWT berfirman: “(Lukman menasihati putranya Hai Anakku, dirikanlah shalat dan
perintahkanlah (kepada manusia) untuk mengerjakan yang makruf dan cegahlah
(mereka) dari berbuat mungkar. Dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya itu termasuk urusan-urusan yang tegas (diwajibkan oleh Allah)
(Luqman:17).
Rasulullah
saw pernah bersabda : “Sebaik-baiknya amal adalah shalat pada waktunya.”
Sayidina
Ali bin Abi Thalib menyatakan : “Sesungguhnya amal perbuatan yang paling
disukai Allah adalah shalat. Bahkan, ia diriwayatkan melafazkan kata : “Shalat
…shalat …” pada detik-detik terakhir sebelum kematiannya.
Pernah
suatu kali Imam Hasan bin Ali ditanya: ''Mengapa orang yang melaksanakan shalat
itu wajahnya berseri dan jiwanya tenteram?'' Imam Hasan bin Ali menjelaskan,
''Karena mereka berdialog (munajat) pada Tuhannya.''
Adapun
ulama lain juga menyatakan : “Sesungguhnya sebaik-baik amal di sisi Allah pada
hari kiamat adalah shalat.
Namun,
kita bertanya-tanya, kalau sedemikian penting nilai shalat dalam keseluruhan
ajaran Islam, mengapa kita seolah tak banyak melihat manfaat shalat bagi
orang-orang yang melakukannya? Mengapa negara-negara Muslim, yang di dalamnya
banyak orang melakukan shalat, justru tertinggal dalam hal-hal yang baik dari
negara-negara non-Muslim, dan menjadi “juara” dalam hal-hal yang buruk, seperti
korupsi, misalnya? Mengapa tak jarang kita lihat orang yang tampak rajin
menjalankan shalat, bahkan shalat jama’ah di masjid-masjid, tak memiliki akhlak
yang dapat dicontoh? Apakah Allah Swt., telah melakukan kekeliruan ketika
menyatakan bahwa “Innash-shalata tanhaa ‘anil fakhsyaa’I wal-munkar
(Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar”? Apakah salah
Rasul-Nya ketika menyatakan bahwa “jika shalat seseorang baik maka baiklah
semua amalnya?”
Shalat
juga merupakan identitas bagi seorang Muslim. Nabi SAW bersabda, ''Perbedaan
antara kami dan mereka adalah shalat. Siapa yang meninggalkannya, maka ia sudah
kufur nikmat.'' (Baihaqi).
Dalam
hadits lain dikatakan: ''Shalat itu tiang agama. Siapa yang mendirikan shalat
berarti mendirikan agama dan siapa yang meninggalkannya berarti ikut
meruntuhkan agama.'' (Tirmidzi).
Begitu
pentingnya kewajiban shalat bagi seorang Muslim, sehingga tidak ada alasan apa
pun yang dibenarkan untuk meninggalkan shalat, hingga ia sendiri malah
dishalatkan. Pengecualian khusus hanya berlaku untuk wanita Muslimah yang
sedang menstruasi. Dalam menunaikan shalat, setiap Muslim dianjurkan untuk
berjamaah. Ini mengandung makna tentang pentingnya persatuan dan persaudaraan
di kalangan umat Islam. Persaudaraan yang didasarkan oleh ikatan religius,
ukhuwah Islamiyah, untuk menebarkan kebenaran dan kemaslahatan bagi umat
manusia. Rasa persamaan juga dipupuk dalam shalat berjamaah.
Shalat dapat
meningkatkan kualitas hidup
Shalat
merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, karena dalam ibadah
shalat banyak pendidikan dan pengajaran yang dapat diambil dalam rangka memajukan
kehidupan sehari-hari; baik kehidupan secara individu maupun berjamaah.
Adapun
inti pendidikan dan pengajaran ibadah shalat adalah sebagai berikut:
1.
Shalat merupakan sarana peningkatan kualitas hidup secara individu
Kaitannya
dengan kehidupan secara individu, dalam ibadah shalat diajarkan bagaimana
seseorang dapat hidup dengan damai, sehat, bersih dan disiplin dan
lain-lainnya.
a.
Shalat memberikan kedamaian
Karena
dalam shalat seseorang sedang berkomunikasi dengan Allah, berhubungan dengan
sang Khalik. Tentunya komunikasi dan hubungan ini tidak hanya pada saat shalat
saja namun harus pada setiap saat dan tempat sehingga memberikan ketenangan dan
kedamaian dalam hidupnya. Sebagaimana dalam iringan shalat senantiasa membaca
dzikir seperti takbir, tasbih, tahmid, dan tahlil, yang dapat menentramkan hati
dan jiwa manusia. Allah berfirman: “Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah
hati-hati menjadi tentram”.
b.
Shalat memberikan kesehatan jasmani, rohani dan akli
Ibadah
shalat bukan sekedar ibadah dengan menggerakkan anggota tubuh dari berdiri,
ruku, sujud dan duduk saja, namun ia merupakan ritme gerakan yang mampu
memberikan kesehatan pada tubuh manusia, bahkan bukan hanya itu namun juga
memberikan kesehatan pada rohani dan akli juga.
Bahwa
angkaian gerakan shalat yang dicontohkan oleh Rasulullah saw sarat akan hikmah
dan manfaat bagi kesehatan. Sebab, setiap gerakan shalat merupakan bagian dari
olahraga otot-otot dan persendian tubuh. Shalat dapat membantu menjaga
vitalitas dan kebugaran tubuh tetapi dengan syarat semua gerakan shalat
dilakukan dengan benar, tuma’ninah (perlahan dan tidak
terburu-buru), dan istiqomah (konsisten/terus menerus).
Begitu
banyak manfaat gerakan shalat bagi kesehatan tubuh manusia. Semakin sering kita
shalat dengan benar, semakin banyak manfaat yang kita peroleh untuk kesehatan
diri kita.
Kaitannya
dengan kesehatan otak, seorang dokter di Amerika telah memeluk Islam karena
beberapa keajaiban yang ditemuinya di dalam penyelidikkannya. Ia kagum dengan penemuannya
tersebut hingga seperti tak bisa diterima oleh akal pikiran.
Dia adalah seorang dokter
neurologi. Setelah memeluk Islam dia
yakin dengan pengobatan secara Islami. Karena itu dia membuka sebuah klinik
yang diberi nama “Pengobatan Melalui al-Qur’an”.
Klinik ini menggunakan obat-obatan
seperti yang diisyaratkan al-Qur’an. Antara lain berpuasa, madu, biji hitam
(jinten) dan sebagainya.
Ketika ditanya bagaimana dia
tertarik untuk memeluk Islam, dokter itu mengemukakan bahwa sewaktu kajian
syaraf yang ia lakukan, terdapat beberapa urat syaraf di dalam otak manusia
yang tidak dimasuki oleh darah. Pada setiap inci otak manusia memerlukan darah
yang cukup untuk berfungsi secara normal.
Setelah membuat kajian yang memakan
waktu, akhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat syaraf di
dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang, yaitu
ketika sujud . Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu
saja. Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut menurut kadar waktu
sembahyang yang diwajibkan oleh Islam.
Adapun kaitannya dengan kesehatan
rohani, karena ibadah shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar,
menghapus dosa-dosa, membersihkan hati dari sifat kikir, dengki, dan
sifat-sifat tercela lainnya. Shalat dapat mencegah
perbuatan keji dan munkar (Al-Ankabut: 45), Seorang Muslim yang benar-benar
shalat, jiwanya tenang dan hati pun tenteram. Karena, orang yang shalat selalu
merasa dalam pengawasan Allah
c.
Shalat memberikan pendidikan untuk hidup bersih
Bahwa
shalat yang diwajibkan Allah kepada manusia, selayaknya mampu mempola hidupnya
untuk senantiasa hidup bersih; bersih rohani, bersih jasmani, bersih akli,
bersih lingkungan, bersih pakaian. Karena tidaklah diterima shalat seseorang
yang mau membersihkan diri dari kotoran-kotoran yang melekat pada dirinya.
Seperti syirik, najis, kotoran yang menempel di tubuhnya, tempat shalat dan
pakaiannya.
d.
Shalat memberikan pendidikan untuk hidup disiplin
Allah
shalat berfirman: “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban atas orang-orang
beriman yang telah ditentukan waktunya”. (An-Nisa:103)
Hidup
disiplin merupakan cerminan hidup berperadaban, seorang muslim seharusnya
adalah sosok yang berperadaban; memiliki disiplin dalam hidup dan teratur dalam
segala hal. Itulah yang diajarkan oleh Allah dalam ibadah shalat.
2.
Shalat merupakan sarana peningkatan kualitas hidup berjamaah
Allah
dan nabi-Nya memerintahkan umat Islam untuk senantiasa mendirikan shalat secara
berjamaah, karena didalamnya mengandung asas equality before law, persamaan di
hadapan hukum. Siapa yang datang ke masjid lebih awal berhak menempati shaf
pertama, tanpa memandang jabatan dan posisi seseorang. Dengan demikian,
nilai-nilai demokrasi sebenarnya sudah ditanamkan pula di masjid melalui ibadah
shalat yang dilakukan secara berjamaah.
Pahala
orang yang shalat berjamaah lebih banyak daripada shalat sendirian, sebagaimana
yang termaktub dalam hadits nabi:
“Shalat
berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat”. Dalam
hadits lainnya juga disebutkan:
“Barang siapa sholat isa
bejama’ah (di mesjid) maka seolah-olah ia sholat seperuh malam dan barang siapa
sholat subuh berjamah (dimesjid) maka seolah olah itu sholat sepanjang malam
(Muslim).
Sebagaimana
shalat memberikan pendidikan hidup berjamaah bukan sendirian, yang dengan dapat
menyelesaikan berbagai masalah secara mudah dan ringan
Bahwa hidup berjamaah merupakan
wasiat Rasulullah saw kepada umat Islam; “Tangan Allah bersama jamaah,
maka barangsiapa yang menghancurkannya maka hancurlah ia di dalam
neraka”.
“Kalian hendaknya senantiasa
bersama jamaah, karena serigala akan menerkam kambing yang tersesat lagi
sendirian”.
“Barangsiapa yang ingin mencium
wanginya surga maka hendaknya komitmen dengan jamaah”.
Bahwa jamaah ini akan membentuk
seseorang untuk memiliki jalan yang dapat membantunya menuju perbaikan, berdiri
dalam rangka bergotong royong dan saling tolong menolong pada kebaikan dan
taqwa sehingga merubah ucapan pada perbuatan, teori pada praktek, dan hal
tersebut tidak akan terwujud kecuali dengan jamaah yang saling mengikat dan
saling menguatkan; menguatkan orang yang lemah, membantu yang membutuhkannya
dan mewujudkan misi-misinya
Dan suatu gerakan dalam sejarah atau
pertumubuhan suatu peradaban dan kemajuannya tidaklah akan terjadi karena kerja
personal atau orang-orang ikhlas yang memiliki karakter yang baik dan terpuji,
betapapun tingkat kebaikan dan ketaqwaannya serta pemahamannya terhadap
berbagai urusan. Dan kenyataannya menegaskan demikian. Bahwa pokok utamanya
adalah karena ada gerakan jamaah dan arus yang kuat yang memberikan pengaruh
pada yang lainnya dengan saling mengenal, bekerja dengan gigih dan interaksi
yang baik terhadap sesama manusia serta sabar terhadap berbagai cobaan yang
dihadapi, tidak mudah terpengaruh dengan yang lainnya, senatiasa mengatakan
yang benar, bangga dengan kemuliaan iman serta senantiasa menggantungkan
kekuatannya hanya kepada Allah semata.
Hal ini bukan berarti meremehkan
kerja individu dan bukan berarti melecehkan sifat-sifat mulia yang dimiliki
oleh setiap individu, sosok ulama dan orang-orang yang ikhlas dan komitmen
dalam urusan pribadinya dan berusaha mengajak orang lain untuk komitmen, namun
tidak peduli terhadap pembentukan dan pelaksanaan dari apa yang disampaikan,
padahal hal tersebut merupakan fase yang sangat penting.
Sesungguhnya kekuatan penentang
risalah Islam dan umatnya tidak bekerja dengan sendirian, dan tidak juga secara
serampangan, namun mekera bekerja secara terorganisasir, sangat rapi dan
terstruktur, memiliki konsep dan system yang bagus, memiliki pimpinan lokal,
regional dan global. Oleh karena itu, kita harus berjuang melawan musuh
sebagaimana mereka memusuhi kita dengannya, dan karena itu pula berjamaah
adalah kewajiban syariat, sebab kebatilan yang terorganisir tidak akan mampu
dikalahkan kecuali dengan kebenaran yang terorganisir pula.
Dan Al-Quran al-karim senantiasa
memperingatkan kita hal tersebut seperti firman Allah:
“ Adapun orang-orang yang kafir,
sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. jika kamu (hai Para
muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya
akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar”. (Al-Anfal:73)