03. Saya Adalah Nabi Pembawa Rahmat
Allah SWT
berfirman:
وَمَا
أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Al-Anbiya:107)
Dari sekian banyak nabi dan rasul
Allah yang telah dinobatkan oleh Allah sebagai pembawa Rahmatan Lil ‘aalamiin untuk menjadi rahmat seluruh alam
semesta adalah Nabi Muhammad saw. Sebagaimana yang telah termaktub pada ayat
diatas. Dan ini juga yang telah disampaikan oleh Nabi saw dalam sabdanya:
«أَنَا
نَبِيُّ الرّحْمَة»
“Saya adalah Nabi pembawa Rahmat” (Muslim dan Ahmad) Dan dalam hadits lain juga disebutkan:
«إِنَّمَا بُعِثتُ رَحْمَةً»
“Sesungguhnya saya diutus membawa Rahmat” (Muslim)
«يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا رَحْمَةٌ مُهْداة»
“Wahai manusia, Sesungguhnya Allah telah mengutus saya ini untuk menjadi
rahmat bagi semesta alam dan menjadi hidayah untuk orang-orang yang bertaqwa”.
(Ahmad dan Thabrani).
Menurut arti bahasa,
bahwa rahmat itu berasal dan kata rahima yang berarti kasih sayang. Adapun yang
dimaksud dengan istilah syar’iyyah ialah: kasih sayang (karunia) Allah yang
dilimpahkan-Nya kepada semua makhluk-Nya.
Muhammad Syaltut
(Prof) seorang mantan Rektor Universitas Al Azhar, memberikan rumusan
pengertian tentang rahmatan ini sebagai berikut: “Tiap sesuatu nikmat yang
telah dikaruniakan oleh Allah swt. kepada hamba-Nya, baik yang bersifat umum
ataupun yang bersifat khusus, semua itu adalah buah dari rahmat Allah swt.
Apakah itu berupa kesehatan, harta benda, istri yang cantik, anak-anak yang
sholeh/sholihah, ilmu yang bermanfaat dan sebagainya”.
Nabi Muhammad saw.
pembawa rahmat untuk semesta alam, bukan untuk orang Arab saja dan tidak pula
untuk kaum muslimin saja, akan tetapi untuk segenap makhluk di persada bumi
ini.
Dalam kehidupan
sehari-hari, Rasulullah Muhammad SAW telah mencerminkan sikap kasih sayang
(rahmat)nya terhadap anak-anak, rakyat bawahan; terhadap orang-orang tua,
dengan mencintai dan menyantuni mereka. Terhadap orang-orang yang lemah
ekonominya atau lemah keadaan sosialnya, beliau menunjukkan kasih sayangnya
dengan membela nasib mereka dari tindakan kesewenang-wenangan serta penghisapan
dengan memberikan hak-hak mereka, menegakkan dasar-dasar keadilan dan lain
sebagainya.
Dalam sebuah
haditsnya Rasulullah telah menyatakan sendiri: “Tidaklah termasuk golongan umat kamu
orang-orang yang tidak menghormati orang-orang tua dan orang-orang yang tidak
kasih sayang kepada anak-anak”. (Abu Dawud dan Bukhari)
Dalam hadits lain,
beliau telah menyatakan bahwa seseorang yang senantiasa menunjukkan kasih
sayang terhadap sesama makhluk, niscayalah sang Pencipta langit dan bumi akan
menaruh kasih sayang-Nya terhadap orang tersebut. Sabda beliau: “Orang-orang yang pengasih
pasti dikasihi oleh Pengasth (Allah). Kasihilah orang-orang yang ada di atas
bumi ini, niscaya kamu akan dikasihi oleh orang-orang yang ada di langit”. (Ahmad,
Abu Dawud, Tirmidzi dan Hakim).
Sikap kasih sayang
ini tidak hanya beliau terapkan kepada kawan-kawan (kaum muslimin saja), akan
tetapi terhadap lawanpun beliau senantiasa menunjukkan sikap kasih sayangnya,
tentu saja dalam bätas-batas tertentu, yang tidak membahayakan bagi umat Islam
itu sendiri. Ketika kaum muslimin pada suatu saat telah mendapat rintangan
dahsyat yang didalangi oleh kaum musyrikin, maka pada saat yang genting itu
para sahabat memohon kepada Rasulullah agar beliau memohonkan doa kehadirat
Allah agar orang-orang yang maksiat dan membangkang itu dihancurkan/dibinasakan
dari persada bumi ini. Namun beliau memberikan suatu jawaban: “Sesunggulmya aku (Muhammad)
di utus bukanlah untuk mengutuk. Tapi tugas saya adalah untuk menjadi rahmat”.
(HR. Muslim)
Dan sabdanya lagi,
dengan tegas beliau menyatakan: “Sesungguhnya
Allah telah mengutus saya ini untuk menjadi rahmat bagi semesta alam dan
menjadi hidayah untuk orang-orang yang bertaqwa”. (Ahmad dan Thabrani).
Rasulullah saw dalam
menata dan membina masyarakat (umatnya) beliau selalu menomer satukan sikap
kasih sayang ini. Dapat diumpamakan bahwa sifat kasih sayang (rahmat) itu
laksana semen yang merekat, menyatu dengan pasir sehingga terciptalah suatu
bangunan yang kokoh. Dengan kasih sayang itulah dapatlah dibangun satu
masyarakat marhamah, yaitu kehidupan masyarakat yang diwarai dengan semangat
kasih mengasihi, cinta mencintai, tolong menolong dan lain sebagainya; jauh
lebih harmonis dari masyarakat yang sosialistis.
Gambaran masyarakat
(umat) yang marhamah itu telah dilukiskan oleh Prof. Mahmud Syaltut ialah
sebagai berikut:
“Orang-orang yang
besar menyayangi orang-orang yang kecil; orang-orang yang kecil menghormati
(menghargai) orang-orang yang besar; orang-orang yang kaya melapangkan
(membantu) kepada orang-orang yang miskin; orang-orang yang pintar memberikan
petunjuk kepada orang-orang yang bodoh. Orang-orang yang sedang diadili
memandang si Hakim sebagai rahmat, laksana pandangan seorang yang sedang sakit
terhadap dokter dan lain-lain sebagainya. Semua itu hidup dalam suasana kasih
mengasihi dan saling memberikan bahagia dan kebaikan dalam kehidupan”.
Para Rasul sebelum
Nabi Muhammad hanyalah diutus oleh Allah untuk satu kaum atau daerah (negeri)
yang tertentu saja lagi pula khusus untuk memenuhi kepentingan kaum dan
penduduk yang bersangkutan saja. Akan tetapi tugas dan misi yang dibawa oleh
Rasulullah saw. sebagai nabi akhir zaman yang tidak ada nabi sesudah beliau,
ialah menciptakan suatu kesatuan umat/bangsa-bangsa dengan tujuan menggalang
persatuan umat sejagat, yang sekaligus merupakan Rahmatan Lil ‘Aalamiin (rahmat
bagi semesta alam).
Bahwa risalah yang
diemban oleh Nabi Muhammad saw. meliputi segala bidang, bahan ajarannya itu
berlaku untuk seluruh bangsa-bangsa di dunia ini dan fungsinya yang menjangkau
segala sektor masyarakat. Dengan demikian jelaslah bahwa tugas (missi) nabi Muhammad
saw. itu menjadi Rahmatan Lil ’Aalamiin (pembawa rahmat untuk semesta alam).
Ada seorang
komentator Islam yang menyimpulkan secara menyeluruh mengenai risalah Nabi
Muhammad saw. sebagai berikut:
“Rasulullah (Muhammad saw.) adalah
satu-satunya tokoh yang mempengaruhi kehidupan manusia secara menyeluruh,
totalitas. Dia membawa kebajikan dan kebaikan serta memberantas kejahatan dan
penderitaan. Dia membersihkan ekses-ekses dan akibat-akibat buruk dan sistem
kehidupan sehari-hari dalam bidang ekonomi, sosial dan politik dan menegakkan
keadilan dan niat baik dalam tiap-tiap jalan kehidupan. Dilakukannya
perubahan-perubahan besar memperbaiki masyarakat melialui ajaran-ajaran Ilahi
dan contoh-contoh kepribadian yang ditunjukkannya, tidak dengan jalan
kekerasan. Dia menguasai hati nurani umat, bukan menguasai tanah dan negeri,
karena dia merasa harus berbuat baik terhadap orang banyak dan bekerja siang
dan malam untuk kesejahteraan dan kebahagiaan umat, tanpa mengharapkan
sesuatu imbalan (pembalasan). Rasul-rasul Allah yang lain seperti Nabi
Ibrahim, Musa dan Isa yang telah merubah perjalanan sejarah dan mempengaruhi
kehidupan bermilyun-milyun manusia dengan ajaran Ilahi dan contoh-contoh
kepribadian mereka, tidak begitu banyak (seperti Muhammad) meninggalkan
pegangan dan inspirasi yang dapat dimanfaatkan oleh generasi sekarang dan
generasi yang akan datang”. (Dikutip dari buku Keagungan Sinar-Sinar (Nur)
Muhammad SAW~Rahmatan Lil ’Alaamiin, oleh Ustadz M.A. Asyharie, diterbitkan
oleh Terbit Terang, Surabaya).
Kisah-kisah Nabi Muhammad SAW Rahmatan lil 'Alamin
|
Di antara wujud
rahmat Rasulullah SAW kepada benda mati adalah beliau SAW melarang mencaci
angin. Dari Ubay bin Ka'ab RA, dia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda,
"Janganlah kalian mencaci angin. Jika kalian menghadapi angin yang tidak
kalian sukai, ucapkanlah, 'Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu
kebaikan angin ini, kebaikan yang terdapat di dalamnya, dan kebaikan pada apa
yang diperintahkan padanya. Dan kami berlindung kepada-Mu dari keburukan angin
ini, keburukan yang terdapat di dalamnya, dan keburukan pada apa yang
diperintahkan padanya'."
Beliau SAW juga
melarang mencaci sakit demam. Dari Jabir bin Abdillah RA, Rasulullah SAW
menemui Ummu Saib atau Ummu Musayyab, lantas bertanya, "Hai Ummu
Saib," atau, "Hai Ummu Musayyab, kenapa kamu gemetar?" Dia menjawab,
"Demam, tidak ada keberkahan Allah padanya." Beliau bersabda,
"Jangan mencaci demam, sesungguhnya ia menghapus kesalahan-kesalahan
manusia sebagaimana tempaan api menghilangkan kotoran pada besi."
Karenanya, tidaklah
mengherankan bila batu pun memberi salam kepada beliau, karena mereka mengenal
beliau adalah seorang nabi. Pangkal pohon merindukan beliau saat beliau
meninggalkannya. Gunung Uhud terguncang di bawah kedua telapak kaki beliau yang
mulia hingga beliau menyuruhnya agar tenang, dan Gunung Uhud pun tenang.
Dari Jabir bin
Abdillah RA, dia mengatakan, "Kala itu masjid ditopang dengan
pangkal-pangkal pohon kurma. Saat menyampaikan khutbah, Rasulullah SAW berdiri
di salah satu pangkal pohon tersebut. Begitu beliau telah dibuatkan mimbar dan
saat itu beliau berada di atasnya, kami mendengar pada pangkal pohon itu suara
seperti suara ringkikan hingga Rasulullah SAW menghampirinya lantas meletakkan
tangan beliau padanya dan pangkal pohon itu pun tenang."
Adapun di antara
wujud lain dari rahmat Rasulullah SAW terhadap hewan, beliau SAW melarang
menjadikan hewan sebagai sasaran dalam pemanahan, serta melarang membunuh hewan
secara perlahan, yaitu dengan menahannya hingga mati.
Dari Said bin Jubair,
dia mengatakan, Ibnu Umar RA melewati sejumlah pemuda Quraisy yang memasang
burung-burung sebagai sasaran dan mereka memanahnya. Mereka menetapkan setiap
burung yang tidak terkena panah mereka sebagai hak pemiliknya.
Begitu melihat lbnu
Umar, mereka membubarkan – Ibnu Umar bertanya, "Siapa yang melakukan ini? Allah
mengutuk orang yang melakukan ini. Sesungguhnya Rasulullah SAW mengutuk orang
yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai sasaran."
Beliau SAW memerintahkan berlaku lemah lembut dan ihsan dalam membunuh atau menyembelih hewan.
Beliau SAW memerintahkan berlaku lemah lembut dan ihsan dalam membunuh atau menyembelih hewan.
Dari Syaddad bin Aus RA,
dia mengatakan, "Dua hal yang kuhafal dari Rasulullah SAW, beliau
bersabda, 'Sesungguhnya Allah menetapkan ihsan pada segala sesuatu. Oleh karena
itu, jika kamu membunuh (hewan), lakukan lah pembunuhan dengan ihsan. Jika kamu
menyembelih (hewan), sembelihlah dengan ihsan, dan hendaknya salah seorang di
antara kamu menajamkan belatinya, serta memberi kenyamanan kepada
sembelihannya'."
Beliau SAW melarang
mencaci ayam. Dalam hadits dari Zaid bin Khalid RA, dia mengatakan, Rasulullah
SAW bersabda, "Janganlah kalian mencaci ayam jantan, sesungguhnya ia
membangunkan untuk shalat."
Beliau SAW melarang
mengambil anak-anak burung dari induknya dan melarang membakar (membunuh) hewan
dengan api.
Dari Abdurrahman bin
Abdullah, dari ayahnya RA, dia mengatakan, "Kami bersama Rasulullah SAW
dalam suatu perjalanan. Lalu beliau bergegas untuk memenuhi keperluan beliau. Kemudian
kami melihat seekor burung bersama dua anaknya. Kami pun mengambil kedua
anaknya. Burung itu datang dengan mengepak-ngepakkan kedua sayapnya. Begitu
Rasulullah SAW datang, beliau bersabda, 'Siapa yang membuat burung ini
menderita lantaran terpisah dengan anaknya? Kembalikan anaknya
kepadanya'."
Kasih sayang terhadap
hewan merupakan sebab bagi rahmat dan ampunan Allah. Kasih sayang Islam
terhadap hewan mencapai tingkatan yang tidak terbayangkan oleh manusia, yaitu
saat Rasulullah SAW memberitahukan bahwa Allah SWT mengampuni orang yang
menyayangi anjing yang kehausan lantas dia memberinya minum.
Dari Abu Hurairah RA,
Rasulullah SAW bersabda, "Ketika seseorang berjalan, dia merasa sangat
kehausan. Dia pun turun ke sumur lantas minum darinya.
Kemudian dia keluar dan ternyata ada seekor anjing yang menjulur-julur kan lidahnya. Anjing itu makan tanah karena kehausan. Orang itu berkata dalam hati, 'Anjing ini benar-benar mengalami kehausan seperti yang aku rasakan.'
Kemudian dia keluar dan ternyata ada seekor anjing yang menjulur-julur kan lidahnya. Anjing itu makan tanah karena kehausan. Orang itu berkata dalam hati, 'Anjing ini benar-benar mengalami kehausan seperti yang aku rasakan.'
Maka dia pun segera
memenuhi sepatu kulitnya dengan air kemudian memegangnya dengan mulutnya. Lalu
dia naik ke atas dan memberi minum anjing itu. Allah pun membalas kebaikannya
dan mengampuninya." Para sahabat pun bertanya, "Wahai Rasulullah,
apakah kami juga mendapat pahala terkait perbuatan baik kepada binatang?" Beliau
bersabda, "Pada setiap hati yang basah (makhluk hidup) terdapat
pahala." Pada hadits riwayat lainnya disebutkan, bahkan seandainya pun
orang itu seorang yang kurang taat.
Rahmat kenabian
mencapai tingkat yang sangat luhur saat Allah menetapkan pahala bagi manusia
jika binatang-binatang dan burung-burung memakan sesuatu dari yang ia tanam
meski itu tanpa didasari motivasi yang disengaja.
Dari Anas bin Malik
RA, dia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang muslim
menanam tumbuh an atau menanam tanaman lantas ada yang dimakan oleh
burung-burung atau manusia atau binatang melainkan itu baginya merupakan
sedekah."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar